Bulan bahasa sepenuhnya milik bulan
oktober, kemerdekaan indonesia jadi hak milik bulan agustus, kalau bulan madu jadi hak paten pasangan
suami-istri yang baru menikah (ijab qobul) :D .
Suasana kelas VIII A hari ini
berbeda dengan biasanya. Ketenangan, kenyamanan, tidak ada suara gaduh, keadaan
itu selalu kami ciptakan dengan sukses pada saat jam kosong. Gimana nggak
tenang coba, seisi kelas pergi ke kantin untuk melanjutkan kelangsungan hidup
mereka masing-masing. Ada yang makan, ada yang minum, ada yang hanya beli
gorengan dengan hutang ke temennya. Gue termasuk golongan yang terakhir.
Suara lonceng berbunyi, tanda
pergantian jam pelajaran. Iya, di sekolahan gue masih pakai bel. Bukan karena
sekolahan yang gue tempati ketinggalan zaman, tapi karena sekolahan kami tetap
menjaga nuansa klasik yang sudah melekat sejak pertama kali didirikan. Kita
semua yakin bahwa apa yang kita lakukan di kantin sudah cukup untuk bertahan
hidup sampai di rumah. Sekarang waktunya balik ke kelas.
Jam di dinding kelas menunjukkan
pukul 11.30 WIB, hari ini bahasa inggris adalah pelajaran terakhir. Pak Sutris
guru bahasa inggris yang kami kenal membosankan dalam mengajar akan mengisi
waktu kami. Karena bosan, di itengah proses belajar mengajar gue mengajak temen
sebangku yang berada di sisi kiri gue untuk pergi ke toilet. Sebut saja namanya
Upi, itu memang nama aslinya.
“Pak, saya dan temen saya izin ke toilet boleh?” Kata gue.
“Mau ngapain ke toilet?” tanya Pak Sutris.
“Mau buang air kecil pak, masa’ mau ngobrol karena bosan dikelas pak” sahut gue lugu.
“Ya sudah silahkan, 5 menit!” tegas Pak Sutris.
“Iya pak” sahut gue lagi
“Pak, saya dan temen saya izin ke toilet boleh?” Kata gue.
“Mau ngapain ke toilet?” tanya Pak Sutris.
“Mau buang air kecil pak, masa’ mau ngobrol karena bosan dikelas pak” sahut gue lugu.
“Ya sudah silahkan, 5 menit!” tegas Pak Sutris.
“Iya pak” sahut gue lagi
Gue ngga bisa bayangin mau buang air
kecil model gimana. Kelas gue berada dipojok kanan depan sekolah, dan
satu-satunya toilet sekolah berada di pojok kiri belakang. Masa’ iya gue harus
manggil ojek atau angkot dulu saat gue keluar dari pintu kelas. Kalau ngga
gitu, gue harus nyari plastik ditempat sampah dan buang air kecil di plastik
itu.
Biarlah, gue ngga akan memusingkan masalah 5 menit. Yang jelas, gue bisa keluar dari kelas untuk beberapa waktu. Tak lama di toilet, Wahyu dan Opan menyapa kami dan mengisyaratkan untuk balik ke kelas bersama-sama. Saat mau balik ke kelas , Didit dan Yasir menyusul kami.
“Bro, di sini dulu dah, gue bosen di kelas” ajakan yasir ke gue.
“Emang loe di beri waktu berapa izin ke toilet?” tanya gue.
“5 menit bro, kita ngobrol disini dulu dah. Ngga usah terburu-buru” Yasir merayu gue.
“Waduh, gue takut bro. Gue mau balik” Jawab gue.
Biarlah, gue ngga akan memusingkan masalah 5 menit. Yang jelas, gue bisa keluar dari kelas untuk beberapa waktu. Tak lama di toilet, Wahyu dan Opan menyapa kami dan mengisyaratkan untuk balik ke kelas bersama-sama. Saat mau balik ke kelas , Didit dan Yasir menyusul kami.
“Bro, di sini dulu dah, gue bosen di kelas” ajakan yasir ke gue.
“Emang loe di beri waktu berapa izin ke toilet?” tanya gue.
“5 menit bro, kita ngobrol disini dulu dah. Ngga usah terburu-buru” Yasir merayu gue.
“Waduh, gue takut bro. Gue mau balik” Jawab gue.
Suara gue disahut dengan pertanyaan
Opan kepada Yasir.
“
Pan, turnamen layangan kemarin desa mana yang menang?”
“Desa
gue dong, SRAGI!” jawab Opan bangga.
“
Yang bener pan?, tapi kata temen gue yang ikut turnamen desa Laosan yang
menang.” sahut gue ga percaya.
Karena obrolan turnamen layangan
itulah ketakutan gue yang berniat balik ke kelas jadi hilang untuk sementara
waktu, sampai temen kelas lain yang lewat di depan kami bertanya.
”Kelas kalian nggak ada gurunya ya? kok aku liat dari kelas tadi kalian lama di sini”.
“ Mati!, udah 10 menit kita disini” kata gue sambil melihat jam tangan yang dipakai ditangan kanan Upi.
”Kelas kalian nggak ada gurunya ya? kok aku liat dari kelas tadi kalian lama di sini”.
“ Mati!, udah 10 menit kita disini” kata gue sambil melihat jam tangan yang dipakai ditangan kanan Upi.
Dengan penuh ketakutan dan
ke-was-wasan, kita melangkah tegap dengan kaki bergetar. Ibarat batu akik, yang
sekarang sudah tenar, Kami juga sudah terlanjur melewati batas yang ditentukan.
Alhasil hukuman yang kami dapat sebagai hadiah.
Rasa malu akibat disuruh maju kedepan kelas oleh Pak Sutris semakin menambah jeleknya muka gue. Kami berenam disuruh baris berjajar. Saat itu posisi ujung kanan adalah Upi-Gue-Wahyu-Yasir-Didit-Opan.
Rasa malu akibat disuruh maju kedepan kelas oleh Pak Sutris semakin menambah jeleknya muka gue. Kami berenam disuruh baris berjajar. Saat itu posisi ujung kanan adalah Upi-Gue-Wahyu-Yasir-Didit-Opan.
Kita berenam bingung, mau diapakan 6
butir anak ini. Tapi yang gue tau hukuman ini bakal beda dari hukuman yang
biasanya (pecut amarosuli).
“
Kalian yang didepan dengarkan saya, hadap kiri grak!” peritah Pak Sutris.
Kamipun
menuruti perintah dari Pak Sutris. Sehingga Upi berada di depan dan opan di belakang
dalam barisan.
“
Cubit teman yang ada didepannya grak!” tegas Pak Sutris
“Au,
au, au” suara 6 ekor anak bersautan, dan kami menghentikannya.
Pak Sutris langsung menyahut “ Siapa suruh berhenti, lanjutkan!”.
Saat itu kelas kami lebih pantas disebut sebagai tempat penyiksaan, sangking lebaynya suara kami yang menjerit kesakitan.
“Berhenti grak! Balik kanan grak! Kedua tangan letakkan ke bahu temannya grak! Sekarang pijat teman yang ada didepannya grak!” sesaat kemudian pak Sutris memberhentikan kami dan menyuruh kami kembali ke tempat duduk masing-masing.
Pak Sutris langsung menyahut “ Siapa suruh berhenti, lanjutkan!”.
Saat itu kelas kami lebih pantas disebut sebagai tempat penyiksaan, sangking lebaynya suara kami yang menjerit kesakitan.
“Berhenti grak! Balik kanan grak! Kedua tangan letakkan ke bahu temannya grak! Sekarang pijat teman yang ada didepannya grak!” sesaat kemudian pak Sutris memberhentikan kami dan menyuruh kami kembali ke tempat duduk masing-masing.
Na’as bagi si Upi dan beruntunglah
bagi si Opan. Si Upi pada saat proses cubit-cubitan tidak mencubit siapa-siapa
dan proses pemijatan dia malah memijat gue. Namun si Opan sebaliknya, tidak
kena cubit dan dipijat saat proses pijat-memijat. Upi sepulang sekolah bilang
ke gue, “kenapa ga dirotasi tadi ya?, jadiny ague orang paling sial di hukuman
tadi, Gue harus tanya kenapa ke pak sutris”. “ Kalau loe berani, ya tanya aja.”
2 hari setelah kejadian yang memalukan
tersebut, kami (6 ekor anak yang dihukum) berusaha sekuat tenaganya aderai tidak akan pernah lagi ke toilet
lebih dari 5 menit saat pelajaran Pak Sutris. Kami masih cukup belia untuk
mendapatkan trauma, jeritan suara itu masih terniang dipikiran kami, itulah
kesulitan yang harus dihilangkan dari pikiran dan jiwa raga kami.
Pelajaran bahasa inggris hari ini
menjadi pelajaran ke 3, setelah istirahat. Hal
ini di sebabkan karena kami takut hukuman menerpa kami lagi. Tepat
didepan meja guru terlihat wajah
penasaran lekat dengan Upi. Upi berharap mendapat jawaban yang real dan dapat
diterima oleh akal pikiraan upi, walaupun pikiran rada’ ngga beres :D. Itulah
Upi, otaknya emang rada ngga beres, tapi kreatifitasnya tinggi. Pernah waktu
itu dia membuat aquarium sendiri dari pecahan kaca yang dia kumpulkan dari
rumah tetangganya yang direnovasi. Aquariumnya lumayan bagus, sampai –sampai
dia punya lebihan uang jajan dari penjualan aquarium.
Lonceng tanda masuk berbunyi, Pak
Sutris masuk kelas tepat waktu. Buku bahasa
inggris di letakkan diatas meja dan siap mengikuti kegiatan belajar mengajar
yang dapat di tebak suasananya.
Menguap adalah kegiatan yang sering gue lakukan selama Pak Sutris mengajar, bahkan lebih banyak menguap gue daripada hutang gue kepada Upi yang biasa gue hutangi waktu dikantin. Kadang sesekali gue taruh kepala ke meja sambil memejamkan mata, Tapi tak sampai terlelap. Kurang 5 menit pelajaran selesai dan Pak Sutris mengajukan pertanyaan kepada murid-muridnya.
“Ada yang ditanyakan?” tanya Pak Sutris.
Semua hening, layaknya kelas pada jam kosong. Sesaat kemudian Upi mengangkat tangan
“Saya pak” jawab Upi.
“Iya, silahkan Upi” Pak Sutris menyilahkan.
“Pak, kenapa kemarin saat saya dihukum , saya jadi orang yang paling sial? kena cubit iya, tapi ngga kena pijat.” tanya Upi penasaran.
Pak Sutris menjawab dengan nada rendah dan santai “ Oh itu, itu karena bapak lihat dibuku kamu ada tulisan yang terdapat nama bapak.”
Mendengar jawaban itu, Upi menundukkan kepala dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Ada yang ditanyakan lagi?” tanya Pak Sutris ke murid-muridnya.
Keadaan tetap seperti jam kosong.
“Kalau tidak ada yang bertanya cukup sekian pertemuan kali ini” Kemudian Pak Sutris bergegas mengemasi bukunya dan keluar pergi dari kelas.
Menguap adalah kegiatan yang sering gue lakukan selama Pak Sutris mengajar, bahkan lebih banyak menguap gue daripada hutang gue kepada Upi yang biasa gue hutangi waktu dikantin. Kadang sesekali gue taruh kepala ke meja sambil memejamkan mata, Tapi tak sampai terlelap. Kurang 5 menit pelajaran selesai dan Pak Sutris mengajukan pertanyaan kepada murid-muridnya.
“Ada yang ditanyakan?” tanya Pak Sutris.
Semua hening, layaknya kelas pada jam kosong. Sesaat kemudian Upi mengangkat tangan
“Saya pak” jawab Upi.
“Iya, silahkan Upi” Pak Sutris menyilahkan.
“Pak, kenapa kemarin saat saya dihukum , saya jadi orang yang paling sial? kena cubit iya, tapi ngga kena pijat.” tanya Upi penasaran.
Pak Sutris menjawab dengan nada rendah dan santai “ Oh itu, itu karena bapak lihat dibuku kamu ada tulisan yang terdapat nama bapak.”
Mendengar jawaban itu, Upi menundukkan kepala dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Ada yang ditanyakan lagi?” tanya Pak Sutris ke murid-muridnya.
Keadaan tetap seperti jam kosong.
“Kalau tidak ada yang bertanya cukup sekian pertemuan kali ini” Kemudian Pak Sutris bergegas mengemasi bukunya dan keluar pergi dari kelas.
Gue yang berada disamping Upi
berusaha mengambil buku bahasa inggrisnya. Sementara itu Upi pergi ke toilet
saat pergantian jam pelajaran. Dan ternyata gue tau kenapa reaksi Upi tanpa kata
dan malu setelah mendengar jawaban Pak Sutris yang santai. Dibuku Upi tertulis
“ Pak Sutris cara belajarnya membosankan, Lebih cocok Adik gue yang kelas 3 SD”
Banyuwangi, 19 Agustus 2015
2 Komentar untuk "TULISAN KESIALAN karya Riza Fahmi Qoyum Kurnia"
nice cerpeen !
sip"... :D
lanjutkan berkarya bro