-Ami Kurnia Dayanti
Mata itu terbelalak. Mencari kebudayan di
tanah rantau yang lain.
Bah, rupanya beda tanah beda cerita. Beda
bahasa beda kebudayaan.
Macam sup buah saja tanah air kita.
Sabang-Merauke, ratusan suku, bahasa dan
kebudayaan.
Memang, surga zamrud khatulistiwa ini lah
sebenar-benarnya bangsa yang kaya bahasa
Tapi kau tak perlu berbangga! Lihatlah,
tengoklah. Tak tampak lagi hutan dinegeri ini.
Sama kah nasibnya dengan ragam budaya dan
bahasa kita kelak?
Bila anak cucu tak tahu di ajar bahasa
nenek moyang? Punah sudah apa yang kita warisi.
Ibu pertiwi menangis di tanah yang mulai
gersang ini
Berharap air matanya mampu menjadi
penyambung, menghidupkan kembali ragam bahasa.
Tapi pun tak didapatinya. Manakala bahasa
nenek moyang sudah luntur termakan jaman.
Tampakkah sup buah negeri ini di wajahnya?
Tatkala warna bahasa semakin luntur.
Hei kau anak muda yang bertutur asing!
Lihat bagaimana mangkuk sup buahmu kini! Penuh noda, dan tak berisi.
Hei kau, kau, kau generasi ujung tombak,
sudikah kau memberinya sedikit potongan buah?
Agar segar kembali ia, dan menyala lagi
warnanya. Menjadi sup buah nan cantik, Indonesia-ku. Hidup Indonesia!
Bangkok, 15 September 2015
Tag :
Karya Puisi Bulan Bahasa
3 Komentar untuk "Sup Buah, Indonesia-ku"
Jadi negriku ini sup buah?
Ahh, tak salah. Segar betul rasanya hidup di negri ini
iya kakak hahaha, sup buahnya tapi mulai tidak berisi dan ada nodanya. gawat kan? lalu apa yang harus dilakukan?