Sebelum cerita panjang x
tinggi = lebar, akan saya terangkan dulu satu dua kata yang mungkin asing bagi
beberapa orang. Penjelasan by Penulis:
1.
Konde: gulungan rambut yang
berbentuk bulat, yang dipakai wanita jawa.
2.
Jarik: selendang besar yang
dipakai wanita jawa jaman dulu sebagai ganti rok atau celana pada jaman
sekarang.
3.
Stagen: kain untuk mengikat
selendang supaya tidak lepas. Stagen biasa dipakai dibagian pinggang.
4.
Melorot: jatuh
5.
Om: paman
Cerita ini nyata lho
terjadi sekitar 13 tahun yang lalu, sebut saja pelaku cantik dalam cerita ini
bernama Cempluk. Cerita ini lucu atau tidak tergantung penafsiran dan
tergantung suasana hati anda saat membaca cerita ini. Nama-nama dalam cerita
ini hanyalah rekasa semata dan Penulis tidak bertanggung jawab atas segala
penafsiran yang akan terjadi setelah anda selesai membaca semua adegan dalam
cerita.
Cempluk terlahir dari
keluarga yang kurang mampu, semenjak lulus SD dia dipaksa keluarganya untuk
melanjutkan sekolah di kota ikut Om-nya, sebut saja Om ini dengan nama Subeno
dan Tante bernama Parmi. Subeno dan Parmi tergolong orang yang pendiam dan anti
sosialisasi, sampai-sampai si Cempluk ini takut dengan sikap Om dan Tantenya.
Maklum saja si Cempluk ini orang udik jadi perilakunya masih “malu-malu”
(g pake kucing).
Pada suatu hari yang
cerah dan berangin tapi nggak panas, tepatnya waktu itu si Cempluk kelas 1 SMP
yang kebetulan waktu itu tanggal 21 April atau tepatnya peringatan Hari
Kartini. Waktu itu sekolah Cempluk mengadakan sebuah event berpenampilan
bagaikan Kartini memakai jarik, konde dan bermake-up menor bak
pesohor.
Walau si Cempluk ini
terlahir dan besar di kampung, tapi si Cempluk ini mudah bergaul dan
punya banyak teman. Gara-gara Cempluk nggak berani ngomong sama Om dan
Tantenya, akhirnya pas hari H Cempluk diam-diam pergi ke salon bersama
teman-temannya dan nebeng motor temennya (bayangkan motor bebek dinaiki kakak
si teman yang body-nya besar, teman dan si Cempluk) karena waktu itu dah
pada dandan, boncengan motor berasa sangat sempit dan rasanya dan mau jatuh aja
dari boncengan motor.
Sesampainya di sekolah,
ada kamera-man yang siap memfoto para peragawati yang berdandan bak
Kartini tadi. Jepreeet.... mungkin begitulah bunyi kamera itu. Si Cempluk dan
temannya acuh dan langsung ngacir masuk kelas.
Si Cempluk terpilih
sebagai pembawa pidato Kartini, yang teks-nya sudah disiapkan Cempluk
dari rumah. Dengan rasa dag dig dug dueeeer si Cempluk maju pidato. Tiba
giliran Cempluk berpidato, dengan membawa secarik kertas, badan keringat
dingin, serta was-was dihadapan orang-orang yang keliatan killer, bedak
luntur atau kagak nggak jadi pikiran. Daaaaan akhirnyaaaa, semua materi pidato
yang disiapkan sebelumnya di rumah buyaaaaaaar hilang dari ingatan bagai
kupu-kupu yang terbang tinggi tanpa meninggalkan janji (tsaaah, apa sich). Di
mimbar si Cempluk cuma “aaaaa aaaaa aaaaa” bingung mau ngomong apa. Maluuuuuuu
pake banget.
0 Komentar untuk "Cempluk Karya Lisep Maya Purwani"