Bahasa dan Sastra Indonesia

PEMBERSIH LANTAI YANG MENIPU Karya Patria Praty Dhina


Ini adalah pembelajaran yang aku dapatkan sekitar enam tahun yang lalu. Ketika itu aku menemui kekasihku (sekarang sudah jadi mantan) di rumah kontrakannya. Niatku adalah memasak untuk kami makan berdua sepulang ia kuliah nanti. Bahan-bahan sudah kubeli. Rencananya aku akan memasak cah kangkung, sosis goreng, dan juga nudget. Waktu itu
aku semangat sekali karena akan memasak untuk kekasih tercinta, walau masih pakai bumbu instan karena aku tak bisa memasak. Kusiangi tiga ikat kangkung yang kubeli, sosisnya juga kupotong jadi tiga bagian lalu kubelah empat diujungnya, supaya bila matang saat digoreng nanti, bentuknya jadi cantik, mekar bagai bunga, hehehe.

Selesai menyiapkan bahan, aku menuju ke dapur kecil yang terletak di ujung ruang tamu, di sebelah kamar mandi. kucari peralatan masaknya dan aku hanya menemukan satu wajan teflon sedang, satu wajan aluminium kecil, satu panci aluminium kecil, serta satu spatula. Kuputuskan untuk menggoreng sosisnya terlebih dahulu. Mas Aldi bilang minyak goreng ada, bahkan lebih dari cukup untuk menggoreng semua, tapi aku kebingungan mencarinya. Susah memang kalau satu rumah isinya empat laki-laki semua. Meletakkan apa-apa sepertinya tidak pernah pada tempatnya. Dia katakan di dekat kompor tapi kucari-cari tetap tak ada. Aku merambah ke bawah meja kompor dan kutemukan sesuatu di lantai, di dalam botol air mineral ukuran sedang.
“Haduuh, dasar laki-laki. Menaruh minyak goreng sebagus ini kok di bawah sih,” omelku, berlagak seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.
Kunyalakan kompor dan kuletakkan wajan teflon diatasnya, lalu kutuang hampir semua isinya, hanya kusisakan sedikit untuk menumis. Satu, dua, tiga, hingga lima menit kutunggu minyaknya, kok tidak panas juga? Aku mulai down. Aku bingung, apa yang kurang, apa yang tidak kuketahui dari kompor gas dengan type seperti itu. Aku penasaran, mengapa minyaknya tak kunjung panas. Jangankan berasap, muncul gelembung-gelembung dan berbunyi pun tidak. Kuambil sepotong sosis, kecemplungkan, dan… apa yang terjadi? Sosisnya tenggelam dan anteng saja di dalam sana. Aku masih belum sadar dengan apa yang sedang kualami. Kudekati wajan untuk mengamati dengan saksama nasib sosis itu. Barulah terlihat dengan jelas (sebab aku tak memakai kacamataku) bahwa ternyata ada banyak buih-buih kecil di sana. Kecil sekali. Aku bingung, mengapa minyaknya bertekstur seperti itu.
Kuperhatikan terus buih itu. Banyak yang menembus ke atas, masih dengan kumpulan buih yang sangat kecil yang kalau dilihat dari arahku tampak seperti pusaran awan dari langit yang menancap ke bumi. Aku mulai curiga dengan apa yang di dalam wajan itu karena tampak semakin mengental bagai sedang memasak agar-agar jelly. Aku mendekati tepi wajan untuk memperhatikan minyak dan si sosis yang tak bergerak sama sekali di dasar wajan.
Aku curiga dengan wangi yang enak sekali dari wajan itu. Seperti wangi kue bolu dengan aroma jeruk panggang. Kuambil sisa minyak yang kuletakkan di sebelah kiri kompor lalu kubuka dan kumiringkan botolnya untuk mencolek sedikit dari yang kuning-kuning itu. Ternyata oh ternyata, belum sempat aku menyentuhnya, baunya sudah tercium oleh hidungku, mirip dengan yang di wajan itu! Seketika itu juga aku sadar bahwa yang kukira minyak itu adalah pembersih lantai beraroma lemon yang warnanya sama persis dengan minyak goreng dua kali penyaringan itu, astagaaa! Ha ha ha ha ha ha ha ha ! Bisa-bisanya aku tertipu oleh pembersih lantai!
Cukup lama aku menertawakan kebodohanku. Cepat-cepat kutuang cairan yang sudah ku”masak” itu ke dalam gayung sebelum kukembalikan pada tempatnya, lalu kucuci wajannya di wastafel di sebelah kanan kompor. Disitulah aku menemukan satu botol sedang minyak goreng dengan warna keemasan. Oh my God, ternyata ini minyaknya!
Kuakui, aku memang jarang menyambangi dapur, hingga membedakan mana minyak goreng dan mana pembersih lantai pun tak bisa. Membuat cah kangkung pun aku pakai bumbu instan. Aku berpikir, bagaimana jika nanti keluargaku kuberikan makanan instan terus? Artinya aku punya andil dalam menciptakan generasi instan yang tak kenal proses dan yang pasti kualitasnya diragukan, bahkan mungkin penyakitan dan tak berumur panjang.
Dari situlah aku mulai berpikir untuk belajar cara memasak yang benar dengan bumbu-bumbu alami yang sudah Tuhan sediakan melalui alam walau memang lebih merepotkan, ketimbang hanya menjadi eksekutor masakan dengan komposisi bumbu yang sudah diatur oleh pabrik. Usahaku membuahkan hasil. Sekarang aku sudah pandai memasak. Aku dan suamiku hidup bahagia sambil menantikan kehadiran buah hati yang memang agak lambat datangnya, mungkin karena pola hidup dan pola makanku yang tidak baik selama ini.
Suamiku suka sekali dengan masakanku. Atas bimbingannya pula aku bisa mengurangi “jajan” di luar dan memilih untuk membuatnya sendiri. Suamiku tidak pernah protes dengan rasanya, karena yang penting adalah bahan dan caraku membuatnya.
Dalam hidup ini pasti ada pembelajaran, bermanfaat atau tidak tergantung bagaimana kita menyikapinya. Salam sejahtera!
Bekasi, 11 Agustus 2015

Related Post:

0 Komentar untuk "PEMBERSIH LANTAI YANG MENIPU Karya Patria Praty Dhina"

Back To Top