Kupejamkan kedua kelopak mataku sejenak setelah aku berbaring di ranjang
yang familiar ini. Perlahan ranjang yang kutiduri didorong menuju kesebuah
lorong. Kurasakan hentakan ringan dibawah kepalaku pertanda ranjang ini sudah
mencapai batas ujung lorong. Bunyi bergetar disertai sinar terang yang sangat
menyilaukan kurasakan dibawah telapak kakiku. Kupejamkan mataku semakin erat
lagi ketika bunyi dan sinar itu mencapai
batas leherku.
"Gimana dok?" Tanya
ibuku kepada dokter yang sudah enam kali melakukan ronsen kepadaku.
"Bu, ini sudah yang ke enam
kali Maya dironsen. Dan enam kali pula hasilnya tetap sama!" Jawab Pak
Dokter jengkel.
"Beneran ga ada cacing, ular
atau harimau di perutnya dok?" Tanya ibuku masih tidak percaya.
"Ma, ada yang belum Mama
sebutin." Sahutku.
"Apa?"
"Kemarin malam aku makan
penutup mulut pake jerapah, kali aja jerapahnya masih hidup di perutku. Ya ngga
dok?"
"ZzzZZzZzz....." Jawab Pak Dokter sambilmemegangi pelipisnya.
[Sepulang dari Rumah Sakit saat makan malam]
Mama : Kamu harus makan yang banyak. Harus! Ini empat sehat lima ratusribu!
[Sambil menuangkan sebaskom nasi bercampur roti bercampur susu, sayur, buah, ikan, dan tempe
plus kerupuk]
Aku : Ma... aku ga bakalan bisa gemuk. Sungguh!
Mama : Mama gamau tau! Pokoknya ini dihabiskan jangan sampe tersisa satu
upil pun!
Aku : Upil.................................................
Mama : Oh iya, Mama juga udah sembelehin gajah buat makanan penutup. Itu
juga wajib kamu habiskan! Kalau sampai Mama lihat ada secuil yang tersisa, Mama
bakal sembelehin badak bercula lima sebagai gantinya!
Aku : Ma! Ada juga aku yang masuk di perut gajah!
Mama : Dan gajahnya bakal mual - mual.
Aku : (-_-)
[Selepas makan
malam]
Aku
berjalan kesusahan menghampiri Mama. “Tuh Ma lihat! Hasil makan malamku
diolahnya di kaki kali Ma bukan di perut. Perutku tetep kurus ini. Paha sama
betisku makin gendut tuh.” Protesku ke Mama.
“Ya
Ampun May, Mama kaya gini juga bukan demi kamu aja. Tapi demi reputasi Mama di
kalangan ibu – ibu arisan!”
“Emang
apa hubungannya Ma?” Tanyaku bingung.
“Ibu
– ibu itu sering ngomongin kita May. Masa ibunya cantik seksi berisi gini
anaknya tinggal tulang sama kulit. Kan mereka jadi berfikir Mama ga ngurusin
kamu. Mereka gatau aja Mama udah sembelehin kudanil tiap hari khusus buat
kamu.”
“Mereka
ga lihat kakiku sih Ma!”
“Memang
kenapa kakimu?” Tanya Mama.
“Kan
kakiku seksi dan berisi Ma.” Jawabku.
“(-_-)”
Ekspresi Mama.
“Ma..
Lihat kakiku dong. Kakiku makin gede nih.” Kuulangi protesku ke Mama.
“Kok
gerak – gerak ya May.” Kata Mama memegang
kakiku sambil mengerutkan dahinya.
“Kan
emang aku gerakin Ma.” Jawabku.
“Bukan
itu! Gerak – geraknya ada didalem kaki kamu.”
“Masa
sih Ma?” Tanyaku tak percaya. Aku memegang kakiku sendiri. “Ga berasa Ma.”
“Apa
mungkin emang bener pengolahannya disini ya?” Mama menempelkan telinganya di kakiku.
“Ada suara mesin – mesin menyala gitu May.” Lanjutnya.
“Masa
sih Ma? Pengen dengerin Ma.” Kataku.
“Sebentar,
Mama ambilin stetoskop.”
“Buat
apa Ma?” Tanyaku bingung.
“Buat
apalah susah. Cari kesana kesini. Sudah didepan mata. Kamulah takdirku.”
“(-_-)”
Ekspresiku.
[Di Rumah Sakit]
Mama
: Gimana Dok? Beneran ada mesinnya kan Dok?
Dokter
: Tapi di hasil ronsen tidak ada apa – apanya Bu.
Mama
: Coba di ronsen lagi deh dok.
Mama
: Kalau begitu coba dengarkan pakai stetoskop Dok.
Dokter
: [memeriksa lututku pakai stetoskop] Oh iya, lutut maya bersuara Bu!
Sepertinya ada sesuatu disini. [Memeriksa hasil ronsen]
Mama
: Ada apa dok? Ada apa? [Khawatir]
Dokter
: Oh.... Di kaki Maya ada traktornya Bu! Pantas saja Maya tidak bisa gemuk!
Maya bisa tiga bulan sekali panen ini Bu!
Aku
: DIKIRA AKU SAWAH............... ZzZZzzzZzz.................... [Sambil
memegangi pelipis Mama dan Pak Dokter]
Kediri,
01 Agustus 2015
0 Komentar untuk "MAYA DAN KEKURUSAN Karya Maya Farihatu Zika"