Kantin Teknik atau yang sering disebut Kantek oleh
para mahasiswa adalah tempat terfavorit di area Fakultas Teknik. Selain
tempatnya yang luas dan nyaman, makanan yang dijual di sana sangat enak, murah
dan dengan porsi yang besar. Ini sangat sesuai dengan selera para mahasiswa
Teknik yang suka makan enak namun dengan anggaran yang terbatas.
Sinyal wi-fi
yang kuat jika tidak hujan dan selalu menyala setiap saat kecuali liburan
antarsemester, membuat anak Fakultas Teknik betah duduk seharian di sana.
Koneksi internet yang cepat merupakan angin surga bagi para gamer untuk bermain game online dan para downloader
untuk mencari file musik, video,
komik dan novel gratis di berbagai situs. Lumayan, kan? Kita bisa menekan
anggaran beli pulsa untuk menambah kuota internet di ponsel atau modem dan
mengurangi pengeluaran untuk nonton film atau beli komik dan novel.
Satu lagi yang tidak bisa terpisahkan dari Kantek,
yaitu anjing dan kucing liar. Ada lima ekor anjing dan belasan ekor kucing di
sana. Mereka sering dijumpai berkeliaran di dalam dan sekitar Kantek. Para
mahasiswa sering memberi makan mereka dengan tulang ayam atau sisa makanan.
Para anjing bisa dibilang lebih sopan dari kucing.
Mereka tidak pernah mau naik ke atas bangku dan meja jika masih ada manusia di
sana. Kecuali jika anjing itu diangkat dan dipangku oleh salah satu mahasiswa.
Sedangkan kucing bisa saja langsung naik ke atas meja jika mencium bau ikan
yang lezat meskipun masih ada orang yang belum selesai makan.
Tingkah laku kucing yang saling berebut makanan pun
menjadi tontonan yang menghibur para mahasiswa ketika mereka stres karena tugas
kuliah yang menumpuk. Tidak jarang mereka menerjemahkan bahasa kucing itu
menjadi sebuah percakapan singkat. Para kucing cuma bisa bilang meong dengan
berbagai variasi durasi dan nada. Tapi mahasiswa menerjemahkan hal itu
seenaknya.
Ada dua kucing yang mengeong di dekat pintu masuk
kantin. Si kucing yang berbulu cokelat terus membuntuti si kucing yang berbulu
abu-abu dari tadi. Dia tidak peduli meskipun si kucing berbulu abu-abu terus
meraung kesal padanya dan terus menghindar. Tingkah kedua kucing ini menarik
perhatian para mahasiswa yang ada di sekitar mereka. Salah satu mahasiswa pun
mulai beraksi sebagai penerjemah asal-asalan.
"Pergi sana! Kamu ngapain sih ngikutin aku
terus?" celetuk mahasiswa A sebagai pengisi suara dadakan si kucing
abu-abu.
"Kamu udah ngerjain tugas, kan? Pinjem
dong", kata mahasiswa B sebagai pengisi suara si kucing cokelat.
"Enak aja! Kerjakan sendiri!"
"Pelit."
"Emang."
Si kucing abu-abu pun melenggang meninggalkan si
kucing cokelat. Agenda pengisi suara pun selesai.
Ada lagi pemandangan serupa di sudut lain Kantek. Tiga
ekor kucing sedang bergerombol di bawah meja. Kucing putih berdiri diam di
antara dua kucing belang yang saling mengeong. Tiga mahasiswa yang sedang
berada di sekitar kucing itu pun mulai beraksi.
"Kamu siapa? Kenapa dekat-dekat dia?" kata
mahasiswa C sebagai si belang A.
"Eh? Kok kamu yang tanya. Seharusnya aku yang
tanya. Kamu itu siapa? Kenapa dekat-dekat sama pacarku?" kata mahasiswa D
sebagai si belang B.
"Pacar kamu?
Nggak salah? Kamu kan cuma manta pacarku. Dia ini pacarku sekarang!
Pergi sana!" kata mahasiswa C.
"Enak saja. Kamu yang pergi sana. Dia ini masih
pacar aku!" kata mahasiswa D.
"Gila! Padahal meongnya cuma beberapa detik tapi
terjemahannya panjang amat", komentar mahasiswa E yang seharusnya menjadi
pengisi suara si kucing putih.
"Ini namanya improvisasi", kata mahasiswa C.
"Kita kan anak kreatif", celetuk mahasiswa
D.
"Kasihan kalian. Pasti para kucing pada ngerumpi
dari tadi. Lihat itu. Ada mahasiswa gila. Sok pintar dan sok tahu dalam
menerjemahkan bahasa kucing", kata mahasiswa E.
Ketika sore tiba, beberapa meja Kantek dirapikan dan
dibentuk seperti meja rapat. Area Kantek yang luas pun dipergunakan organisasi
mahasiswa Fakultas Teknik untuk menggelar rapat dan diskusi, baik dair rapat
antara organisasi mahasiswa Fakultas Teknik sampai ke rapat organisasi
mahasiswa antarfakultas. Panitia rapat biasanya memberi tanda di atas meja
sehingga para mahasiswa lain yang tidak mengikuti rapat tersebut tidak
menggunakan meja itu. Meskipun area rapat telah steril dari para mahasiswa
namun masih ada beberapa kucing yang melenggang bebas di area rapat.
"Selamat sore teman-teman...", sapa
moderator rapat.
"Meong...", sahut seekor kucing yang
berjalan di hadapan moderator tersebut dan memotong perkataan moderator itu.
Seluruh peserta rapat pun tertawa, begitu pula si
moderator.
"Maaf atas gangguan tadi", kata moderator.
Moderator pun menyapa para peserta rapat sekali lagi.
Agenda rapat pun berjalan mulus sampai ketua rapat mulai berbicara. Ketua rapat
terus menjelaskan bagan yang ditampilkan di layar putih. "Selanjutnya saya
akan menjelaskan tentang mekanisme...", kata ketua rapat.
Konsentrasi para peserta rapat terpecah ketika mereka
mendengar ada keributan di salah satu sudut Kantek.
"MEEEEEEEOOOOOOOONG!"
Dua kucing sedang memperebutkan tulang ayam di atas
meja. Tulang tersebut terpelanting ke luar piring dan jatuh ke lantai. Mereka
turun ke lantai dan saling menyerang untuk mendapatkan tulang ayam tersebut.
Bebepa mahasiswa tertawa melihat tingkah kedua kucing tersebut.
Setelah saling mengeong dan mencakar, akhirnya salah
satu dari kedua kucing tersebut menyerah. Dia pun pergi ke tempat lain untuk
mencari sisa makanan, sedangkan sang pemenang asyik menikmati tulang ayam yang
didapatkannya dengan susah payah.
"Rapat ini disponsori oleh dua kucing
Kantek", kelakar ketua rapat.
Peserta rapat tertawa lagi.
"Karena yang mau lewat telah lewat, mari kita
lanjutkan rapat kita. Silahkan kembali melihat ke layar di samping
saya..." Ketua rapat mulai melanjutkan rapat dan para peserta rapat
kembali serius mendengarkan penjelasannya.
Blitar, 23 Agustus 2015
0 Komentar untuk "KUCING KANTEK Karya Rosa Hervita "