Bahasa dan Sastra Indonesia

KUCING KANTEK Karya Rosa Hervita



Kantin Teknik atau yang sering disebut Kantek oleh para mahasiswa adalah tempat terfavorit di area Fakultas Teknik. Selain tempatnya yang luas dan nyaman, makanan yang dijual di sana sangat enak, murah dan dengan porsi yang besar. Ini sangat sesuai dengan selera para mahasiswa Teknik yang suka makan enak namun dengan anggaran yang terbatas.
Sinyal wi-fi yang kuat jika tidak hujan dan selalu menyala setiap saat kecuali liburan antarsemester, membuat anak Fakultas Teknik betah duduk seharian di sana. Koneksi internet yang cepat merupakan angin surga bagi para gamer untuk bermain game online dan para downloader untuk mencari file musik, video, komik dan novel gratis di berbagai situs. Lumayan, kan? Kita bisa menekan anggaran beli pulsa untuk menambah kuota internet di ponsel atau modem dan mengurangi pengeluaran untuk nonton film atau beli komik dan novel.
Satu lagi yang tidak bisa terpisahkan dari Kantek, yaitu anjing dan kucing liar. Ada lima ekor anjing dan belasan ekor kucing di sana. Mereka sering dijumpai berkeliaran di dalam dan sekitar Kantek. Para mahasiswa sering memberi makan mereka dengan tulang ayam atau sisa makanan.
Para anjing bisa dibilang lebih sopan dari kucing. Mereka tidak pernah mau naik ke atas bangku dan meja jika masih ada manusia di sana. Kecuali jika anjing itu diangkat dan dipangku oleh salah satu mahasiswa. Sedangkan kucing bisa saja langsung naik ke atas meja jika mencium bau ikan yang lezat meskipun masih ada orang yang belum selesai makan.
Tingkah laku kucing yang saling berebut makanan pun menjadi tontonan yang menghibur para mahasiswa ketika mereka stres karena tugas kuliah yang menumpuk. Tidak jarang mereka menerjemahkan bahasa kucing itu menjadi sebuah percakapan singkat. Para kucing cuma bisa bilang meong dengan berbagai variasi durasi dan nada. Tapi mahasiswa menerjemahkan hal itu seenaknya.
Ada dua kucing yang mengeong di dekat pintu masuk kantin. Si kucing yang berbulu cokelat terus membuntuti si kucing yang berbulu abu-abu dari tadi. Dia tidak peduli meskipun si kucing berbulu abu-abu terus meraung kesal padanya dan terus menghindar. Tingkah kedua kucing ini menarik perhatian para mahasiswa yang ada di sekitar mereka. Salah satu mahasiswa pun mulai beraksi sebagai penerjemah asal-asalan.
"Pergi sana! Kamu ngapain sih ngikutin aku terus?" celetuk mahasiswa A sebagai pengisi suara dadakan si kucing abu-abu.
"Kamu udah ngerjain tugas, kan? Pinjem dong", kata mahasiswa B sebagai pengisi suara si kucing cokelat.
"Enak aja! Kerjakan sendiri!"
"Pelit."
"Emang."
Si kucing abu-abu pun melenggang meninggalkan si kucing cokelat. Agenda pengisi suara pun selesai.
Ada lagi pemandangan serupa di sudut lain Kantek. Tiga ekor kucing sedang bergerombol di bawah meja. Kucing putih berdiri diam di antara dua kucing belang yang saling mengeong. Tiga mahasiswa yang sedang berada di sekitar kucing itu pun mulai beraksi.
"Kamu siapa? Kenapa dekat-dekat dia?" kata mahasiswa C sebagai si belang A.
"Eh? Kok kamu yang tanya. Seharusnya aku yang tanya. Kamu itu siapa? Kenapa dekat-dekat sama pacarku?" kata mahasiswa D sebagai si belang B.
"Pacar kamu?  Nggak salah? Kamu kan cuma manta pacarku. Dia ini pacarku sekarang! Pergi sana!" kata mahasiswa C.
"Enak saja. Kamu yang pergi sana. Dia ini masih pacar aku!" kata mahasiswa D.
"Gila! Padahal meongnya cuma beberapa detik tapi terjemahannya panjang amat", komentar mahasiswa E yang seharusnya menjadi pengisi suara si kucing putih.
"Ini namanya improvisasi", kata mahasiswa C.
"Kita kan anak kreatif", celetuk mahasiswa D.
"Kasihan kalian. Pasti para kucing pada ngerumpi dari tadi. Lihat itu. Ada mahasiswa gila. Sok pintar dan sok tahu dalam menerjemahkan bahasa kucing", kata mahasiswa E.
Ketika sore tiba, beberapa meja Kantek dirapikan dan dibentuk seperti meja rapat. Area Kantek yang luas pun dipergunakan organisasi mahasiswa Fakultas Teknik untuk menggelar rapat dan diskusi, baik dair rapat antara organisasi mahasiswa Fakultas Teknik sampai ke rapat organisasi mahasiswa antarfakultas. Panitia rapat biasanya memberi tanda di atas meja sehingga para mahasiswa lain yang tidak mengikuti rapat tersebut tidak menggunakan meja itu. Meskipun area rapat telah steril dari para mahasiswa namun masih ada beberapa kucing yang melenggang bebas di area rapat.
"Selamat sore teman-teman...", sapa moderator rapat.
"Meong...", sahut seekor kucing yang berjalan di hadapan moderator tersebut dan memotong perkataan moderator itu.
Seluruh peserta rapat pun tertawa, begitu pula si moderator.
"Maaf atas gangguan tadi", kata moderator.
Moderator pun menyapa para peserta rapat sekali lagi. Agenda rapat pun berjalan mulus sampai ketua rapat mulai berbicara. Ketua rapat terus menjelaskan bagan yang ditampilkan di layar putih. "Selanjutnya saya akan menjelaskan tentang mekanisme...", kata ketua rapat.
Konsentrasi para peserta rapat terpecah ketika mereka mendengar ada keributan di salah satu sudut Kantek.
"MEEEEEEEOOOOOOOONG!"
Dua kucing sedang memperebutkan tulang ayam di atas meja. Tulang tersebut terpelanting ke luar piring dan jatuh ke lantai. Mereka turun ke lantai dan saling menyerang untuk mendapatkan tulang ayam tersebut. Bebepa mahasiswa tertawa melihat tingkah kedua kucing tersebut.
Setelah saling mengeong dan mencakar, akhirnya salah satu dari kedua kucing tersebut menyerah. Dia pun pergi ke tempat lain untuk mencari sisa makanan, sedangkan sang pemenang asyik menikmati tulang ayam yang didapatkannya dengan susah payah.
"Rapat ini disponsori oleh dua kucing Kantek", kelakar ketua rapat.
Peserta rapat tertawa lagi.
"Karena yang mau lewat telah lewat, mari kita lanjutkan rapat kita. Silahkan kembali melihat ke layar di samping saya..." Ketua rapat mulai melanjutkan rapat dan para peserta rapat kembali serius mendengarkan penjelasannya.

Blitar, 23 Agustus 2015

Related Post:

0 Komentar untuk "KUCING KANTEK Karya Rosa Hervita "

Back To Top