Liburan semester
paling enak memang rekreasi ke tempat wisata alam. Aku, Ando, Rian, dan Billy,
empat sekawan berencana pergi mengunjungi rumah salah satu dari kami. Aku langsung
usul tempat di Purwodadi. Lumayan liburan sekalian pulang kampung.
Asal bilang aja
kalau di sana ada tempat wisata mirip Lumpur Lapindo.
Namanya Bledhug Kuwu. Awalnya
mereka kurang setuju, pasalnya tempat wisata kok mirip lokasi bencana. Terus
aku tetep ngotot, aku kasih tau mereka kalau di sana banyak kembang desa yang
bening. Akhirnya mereka antusias. Bahkan tas-tas mereka udah siap dua hari
sebelum keberangkatan. Akugeli sendiri di kamar. Mana ada kembang desa bening,
yang ada mah kambing bunting.
Hari berikutnya
kita diskusi tentang cara kita ke Purwodadi. Kami diskusi bertiga minus Rian,
dia lagi ada acara sama Papanya di Jakarta. Kita memutuskan mau naik bis malam
dari Jogja. Fix. Rian juga udah tahu hasilnya. Cuma dia belum respon di grup
whatsapp. No news good news. Kesimpulan
kita, berarti dia setuju.
***
Hari H kita semua
udah siap berangkat menuju terminal, kecuali Rian. Tiba-tiba dia bilang mau
berangkat sendiri aja. Ya udah terserah Rian deh. Di antara kami berempat
memang Rian yang paling sibuk. Kami berangkat jam 17:30 dari kos-kosan. Jadwal
keberangkatan bis yaitu jam 18:30.
Setiba di
terminal, kami mulai naik bis. Kemudian Rian menelpon
“Sur, bandara di
Purwodadi namanya apa?”
“Woalah yo ora
onoo”, aku setengah teriak karna terminal lagi rame.
“Oh gitu, gue
minta alamat aja ya. Nanti nyusul diantar supir”
“Ke terminal aja,
ni bis belum berangkat..”
“Enggak deh, gue
nyusul aja”, Rian memotong kata-kataku.
“Oke nanti aku
smsin alamatnya”
Dan fakta lain
dari Rian adalah ia paling kaya di antara kami. Ayah ibunya pengusaha sukses
taraf internasional. Makanya tiket bis malam hangus buat dia ga ada artinya.
Begitu
naik bis, kami terpana pada seorang cewek yang lagi duduk sendirian di kursi
belakang supir. Cewek itu pakai jilbab pink dan baju abu-abu. Wah mirip Rumana
di Tukang Bubur Naik Haji. Tapi mana tukang buburnya ya? Perasaan di film juga
udah ga ada. Billy, si ahli gombal, jadi orang pertama yang mulai sok pdkt. Ia sengaja
menjatuhkan tasnya. Apalagi kursi di sebelah cewek itu kosong.
“Ehem mulai deh”,
Ando berdehem sambil menyindir. Saat Billy menunduk mengambil tas. Ando
mendorongnya sampai jatuh, “Ya ampun, ngambil tas yang bener, Bil”
“Awas loe Ndo”,
Billy buru-buru bangkit dan menjauh dari cewek tadi karena malu.
***
Di tengah
perjalanan, cewek tadi berjalan ke belakang. Awalnya aku kira dia mau ke toilet,
ternyata dia berjalan ke arahku. Ia langsung duduk di kursi kosong sebelahku.
Wah sontak mataku yang tinggal 5 watt langsung melek. Kayak minum kopi tubruk
pahit tiga gelas. Lumayan kan, jarang-jarang cewek cantik deketin aku.
“Ada apa ya embak?”,
aku lembut-lembutkan suara, tapi kok jadi keliatan medok.
“Oh mau tanya aja
mas”, suaranya empuk banget, pas sama mukanya.
“Kita siap jawab
mbak Rumana”, kepala Billy tiba-tiba nongol di depanku.
Wah ini anak ga
bisa lihat temen lagi bahagia apa ya. Ando juga, dengan alibi menawarkan
makanan. Ia ikut nimbrung obrolan kami.
“Wah
makasih”, Anis mengambil makanan. Menurutku dia terpaksa ngambil biar sopan.
Terus dia tanya lagi, “Mas-mas ini temennya Rian ya?”
“Iya
mbak, Rian yang ini kan?”, Ando langsung nunjukkan fotonya.
“Lho kamu ada
foto Rian?”, Aku bertanya ke Ando.
“Ya adalah, ni
lihat”, Ando menunjukkan foto yang dipasang di dompetnya.
“Kok kamu bisa
punya fotonya? Posenya muka bantal, pas bangun tidur lagi”, aku keheranan.
“Ini kan ga
sengaja.Pas dia bangun tidur terus kepotret deh, habis dia ganteng”, Ando
menjawab secara santai.
“Lha kok iso
dicetak?”, aku masih penasaran. Anis cuma bisa diam sambil mengamati
perdebatan.
“Ya ga sengaja
tercetak gitu”, jawab Ando sekenanya.
“Trus kok bisa
masuk dompet?”, aku masih maksa dia jujur.
“Ya ga sengaja
juga, pas mau naruh meja eh ternyata masuk dompet”
“Terus loe punya
foto gue sama Surya ga?”, Billy dengan nada penasaran.
“Enggak, habis
kalian jelek”, jawab Ando sambil memasukkan dompetnya lagi.
Aku dan Billy
langsung menoyor kepala Ando. Untung saja cewek tadi Cuma ketawa dan ga
langsung ilfeel melihat kelakuan Ando. Bisa-bisa kan dikira kita cowok macam
apa. Setelah ngobrol banyak ngalor ngidul, cewek ini ternyata adalah saudara
Rian. Namanya Anis. Anis ini ‘sebangsa’ sama Rian. Sama-sama anak konglomerat
dan calon pewaris tahta perusahaan besar. Bedanya dia bisa bergaya hidup lebih
sederhana.
Anis ini punya
passion di dunia pariwisata. Ia ingin melihat potensi daerah wisata yang akan
dikunjungi. Apalagi daerah ini belum begitu dikenal masyarakat luas.
Kemungkinan jika memang potensinya besar, ia tidak ragu untuk berinvestasi membangun
kawasan pariwisata baru di sana.Lengkap dengan akomodasi yaitu transportasi dan
penginapan.
Sepanjang
perjalanan dan saat berhenti makan, kami asyik mendengarkan Rumana eh Anis ini
bercerita. Ia bercerita tentang kegiatan dan beberapa bisnis yang ia tangani.
Dia cerita ga pakai sombong. Cewek ini berarti pinter mengelola uang. Wah
beruntung banget kalau ada cowok yang dapetin dia.
***
Pagi harinya
setelah sarapan di rumahku, kami bertiga dan Anis bersiap menuju lokasi wisata.
Billy dan Ando sepertinya lupa janjiku tentang kembang desa karna saking
asyiknya dengan Anis. Kami semua sengaja menunggu Rian yang belum juga tiba
sampai saat ini. Mereka bergantian menghubungi ponsel Rian tapi tidak ada
tanggapan.
Lalu pukul 11
menjelang siang. Di saat-saat kritis antara bosan menunggu dan jengkel yang
akan berubah menjadi dendam anak kos. Rian akhirnya menelponku.
“Ngopo telpon?”,
aku menjawab telponnya dengan sinis. Aku ingin dia merasa bersalah.
“Maaflah bro.
Ntar kalian mau nitip makanan apa?”
“Ga bisa
disogok”, jawabku ketus.
“Oh gitu yaa..
Oke, Anis gue suruh pulang aja..”
“Wah bercanda
bos. Kamu mau dateng besok atau bulan depan atau tahun depan tetep ta’ tunggu
wis”, aku baru sadar Rumana itu ternyata juga sogokan biar kami ga marah ke
Rian. Sial, pinter juga dia.
“Gue baru mau
berangkat nih. Sorii. Minta tolong share location ya”, ia terkekeh di seberang.
“Oke ntar aku
kirim. Tau gitu bareng aja kan kemarin naik bis. Bis eksekutif iki, penak”,
“Tu bis malam
kan?”
“Iya. Lha ngopo
nek bis malam?”, kataku pengen tau.
“Gue takut lama
di perjalanan kalo pake bis malam.
Soalnya berarti jalannya cuma pas malem aja kan? Trus pagi sampe sore dia
berhenti”
GUBRAK
“,’;/[;]/[$#$^&*)()_+p;][>”:*&*&^%$$##$<{}<)(*^!”
Lalu ponsel aku sodorkan
Billy.
***
0 Komentar untuk "BIS MALAM Karya Belinda Duhita Puspita"