Bahasa dan Sastra Indonesia

Bebek Air, Api Cinta


-Bangkit Prayogo

Memerah, membiru, memeluk jantung rusa  dengan sajak gerhana-
mencairkan ranum bunga teratai yang berderai cinta.
Kerikil waktu lalu berdebu, menatap seribu matahari dingin kulitnya.
Seperti se-ekor kodok tersenyum

melihat bingkai Ibu memandikan anak kura-kura.
Sebab, dalam celupan cangkangnya kuku-kuku mencair
dari tetes air sungai dalam bahasa rumah surya.

Lalu laut dan air surut di hati pemuda, jembatan-jembatan patah dengan seksama
mengaung, menggulung cacat hati bebek dan kuda-
sebab binar ayat-ayat matahari mencair dalam air mata api
dengan terkulai lemas mencoba menatap kain emas,
yang kelak memeluk kucing dalam puluhan meteor langit  cemas-
dalam tatapan sebuah jendela, dalam lukisan dan sketsa wajah empedu

Yang memendam senyum, yang akan memakai surban doa, dan lirih hati lembu
menjadi buih-buih gerhana matahari dalam jiwa berpesta embun-
yang kelam, sendiri, dengan berdiri angsa bola-bola cinta nirwana ke-seksama.

Bangkalan, 23 September 2015.

Related Post:

2 Komentar untuk "Bebek Air, Api Cinta"

Metafora merupakan salah satu kekuatan puisi. Tetapi, seperti segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, harus memenuhi ukuran dan kadar yang yang sesuai agar tidak merusak tatanan. Demikian yang saya rasakan ketika membaca puisi ini. Ada kadar metafora yang terasa tebal dan menumpuk.

Ralat: itu komentar saya, Rozzaky, bukan Mariam Ulfa (Comment as: lupa tidak saya ubah)

Back To Top